Kamis, 17 November 2011

Politisi Hedon demi Gengsi Pencitraan

Politisi Hedon demi Gengsi Pencitraan

JAKARTA-Perilaku hidup bermewah-mewah para pejabat dan politisi merupakan simbol ketimpangan pembangunan di negeri ini. Para pejabat dan politisi hidup bermewah-mewah sementara puluhan juta rakyat hidup miskin. Menurut pengamat hukum senior Indonesia, Prof. JE Sahetapi, ada perasaan putus asa melihat perilaku berlebihan para pejabat negara ”Saya sudah begitu kecewa dengan tingkah para pejabat dan politisi negeri ini. Mereka tak lagi peduli dengan persoalan bangsa,” kata guru besar hukum UI ini sebelum membuka seminar Komisi Hukum Nasional di Jakarta, Selasa (15/11).
Menurutnya perilaku pejabat dan politisi saat ini telah banyak mengalami penyimpangan. Itu terlihat dari perilakunya yang senang berlebihan. Mulai dari persoalan sepele sampai yang protokoler. Dikatakan Sahetapi, pejabat era sebelumnya relatif masih dapat menjaga kesantunan. Meski tak dipungkiri banyak pula yang bermewah. Tetapi tidak sevulgar pejabat era reformasi ini. ”Bayangkan untuk kendaraannya saja harus mewah.
Ini kan sudah sangat berlebihan. Jumlah mobilnya pun sangat banyak,” ucapnya. Dia menambahkan, perilaku bermewah itu bisa hilang, jika pejabatnya tak rajin melakukan politik pencitraan. Selama ini pejabat dan politisi terus menebar pesona kepada masyarakat dengan kemewahanan. Padahal, kata dia, menebar pesona dengan kesederhanaan pun bisa dilakukan. Banyak sekali tokoh sederhana yang justru menjadi panutan orang. ”Lihat pejabat dulu, mereka bersikap lebih sederhana,” ujarnya. Dia menyebutkan, dalam kehidupan masyarakat Eropa pun perilaku sederhana menjadi sangat penting. Bahkan sikap sederhana itu tertuang dalam berbagai filsafat kehidupan bangsa-bangsa di Eropa. ”Dalam kesederhanaan tertanam ketulusan jiwa.
Itu filsafat Belanda,” terangnya. Selain membatasi perilaku pejabat, dia mengusulkan agar pendidikan hidup sederhana dimulai sejak sekolah dasar. Guru dan orang tua harus membiasakan anaknya hidup sederhana. Tidak mewah dan terlalu bergantung pada fasilitas hidup. ”Saya kan dari dulu mengajar. Coba lihat bagaimana murid-murid SD bertingkah. Mereka pun sudah tertanam pola hedonis dari sekitarnya,” ucapnya. Sementara itu, juru bicara KPK, Johan Budi menegaskan, semua kekayaan pejabat publik harus dilaporkan.
Data kekayaan itu tertuang pada laporan yang diberikan pejabat setiap tahunnya. Jika ada data yang salah tentu dapat menjadi persoalan. ”Kalau memang mobil itu terlalu mewah dan mencurigakan, bisa saja KPK bertanya-tanya,” tuturnya. Sementara itu, koordinator investigasi dan advokasi LSM FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Uchok Sky Khadafi mengatakan, perilaku hidup hedonisme yang dianut politisi termasuk anggota DPR yang dilontarkan pertama kali Ketua KPK Busyro Muqoddas sudah berlangsung lama. ”Sudah lama gaya hidup hedon dan pamer kekayaan di kalangan anggota dewan. Ini sangat memalukan dan menyakitkan rakyat. Khususnya rakyat yang menjadi konstituen di dapilnya. Masih sangat banyak yang hidupnya miskin, jutaan jumlahnya,” papar Uchok kepada INDOPOS, Selasa siang (15/9).
Ia menjelaskan, di tengah kinerja anggota dewan yang buruk, kualitas personal yang buruk, juga ditambah perilaku yang buruk pula. ”Ini yang menyakitkan. Mereka (anggota DPR) istilahnya omdo, omong doang. Tidak punya tanggung jawab moral terhadap konstituen di dapilnya,” paparnya lagi. Dicontohkan Uchok, sepinya rapat paripurna DPR lantaran banyaknya yang absen tidak ikut bersidang para anggota dewan. ”Kenapa mereka nggak datang? Uang rapatnya sedikit. Artinya mereka menjadi anggota dewan hanya mengejar materi semata,” tukasnya. Ia juga menyayangkan respon anggota DPR yang terkesan bereaksi negatif terhadap pernyataan Busyro itu. ”Kan jadi lebih memalukan lagi kalau mereka marah-marah.
Memang itu faktanya. Berkaca dululah. Karena mereka merasa lebih berkuasa dari KPK makanya direspons dengan mengkritisi Busyro dan kinerjanya KPK,” tandasnya. Sedangkan Koordinator Divisi Hukum ICW (Indonesia Corruption Watch) Febri Diansyah di Jakarta meminta para politisi jangan bereaksi berlebihan kalau mendapat kritikan terkait gaya hidup hedonisme yang dianut sebagian anggota DPR. ”Politisi jangan lebay kalau dikritik hidup hedon saja langsung tersinggung,” ujarnya. Menurutnya, jika merasa hidupnya bersih maka saat inilah anggota DPR mengumumkan jumlah kekayaan pribadinya kepada publik. ”Juga menjelaskan bahwa kekayaan tersebut diperoleh secara wajar.
Jangan justru resisten,” lontarnya. Ia menambahkan, belakangan ini nampaknya korupsi seperti terjadi karena tuntutan gaya hidup. ”Enggak pantas wakil rakyat hidupnya hedon di tengah rakyat yang melarat. Memang, belum tentu pejabat yang kaya itu korup. Tapi bahaya jika ada pejabat termasuk politisi yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri,” tandasnya. Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Syarifuddin Sudding menilai kritik hidup hedon yang disampaikan Busyro Muqoddas sah-sah saja.
Menurutnya, apa yang disampaikan Busyro hanya sebuah realita. Dan baginya itu adalah sebuah kewajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan koreksi serta perhatian bagi pejabat-pejabat negara. Termasuk para anggota dewan tentunya. Namun, Syarifuddin menyarankan, apa yang dilakukan oleh Busyro jangan hanya sebuah kritik. Alangkah lebih baiknya apabila memang sudah mengarah ke indikasi korupsi atau penyalahgunaan kewenangan maka dapat dilakukan tindakan atau memproses secara hukum. ”Jangan malah membuka opiniopini yang mendapatkan berbagai reaksi dan semakin membuat kegaduhan,” tambah Syarifuddin. (rko/fad/ind)
Politisi Hedon demi Gengsi Pencitraan
4/ 5
Oleh
Add Comments


EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.