Balas Dendam DPR Terhadap KPK, Dengan Menyulitkan Pembagunan Gedung KPK Baru
Berita Nasional headlines nasional
JAKARTA-Koalisi Penegak Citra Parlemen yang terdiri atas IBC, ICW, TII,
MTI, PSHK, dan Fatayat NU menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
sebaiknya tidak mencari-cari alasan untuk menghalangi anggaran
pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab, anggaran
itu sebetulnya sudah disetujui pemerintah dan DPR sendiri pada APBN
2012. Anggaran pembangunan gedung tersebut sebesar Rp 72,8 miliar.
’’Jumlah itu hanya sekitar 4,7 persen dari seluruh usulan gedung baru
untuk lembaga yudikatif yang ada. Namun, dalam praktiknya DPR justru
tetap berupaya menghalang-halangi pencairan anggaran,’’ ujar peneliti
dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam dalam jumpa pers di Jakarta
Selatan, Minggu (30/9).
KPK rencananya mengusulkan kembali anggaran ini pada 2013. Usulan
anggaran ini, menurut Roy, lebih rendah dibanding institusi penegak
hukum lainnya. Beberapa institusi yang lebih besar anggarannya, di
antaranya Mahkamah Agung dengan usulan anggaran sekitar Rp 663,2 miliar,
Polri dengan usulan sekitar Rp 556,7 miliar, dan Kejaksaan RI dengan
usulan Rp 244, 2 miliar.
’’DPR meminta KPK memanfaatkan gedung milik pemerintah yang tidak
terpakai, tapi ini sudah dimentahkan oleh pernyataan Dirjen Kekayaan
Negara Kementerian Keuangan yang menyebut tidak ada lagi gedung yang
bisa digunakan sesuai kebutuhan KPK,’’ sambungnya.
Gedung yang layak, kata dia, penting untuk memperlancar kinerja KPK.
Jika DPR menghalangi anggaran gedung, sama saja dengan menghalangi KPK
memberantas kasus korupsi. DPR diminta tidak berpikir subjektif semata
dalam mengatur anggaran gedung untuk KPK. Sejauh ini dari catatan
koalisi tersebut sembilan fraksi di DPR menolak pembangunan gedung KPK.
Tanda Bintang
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberi tanda bintang pada usulan
anggaran pembangunan gedung baru KPK. Hal ini berarti usulan anggaran
KPK senilai Rp 72, 8 miliar belum dapat dicairkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2012.
Menurut peneliti dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam hal ini berpotensi terjadinya korupsi dan mafia anggaran. Apalagi usulan dana itu sebelumnya sudah disetujui pemerintah dan Komisi III sendiri.
’’Dalam konstitusi tidak ada penggunaan tanda bintang untuk menahan
anggaran. Itu justru melanggar undang-undang. Itu kesepakatan informal,
yang bisa berpotensi korupsi jika disalahgunakan,’’ ujar Roy dalam jumpa
pers di Jakarta Selatan, Minggu (30/9).
Sementara itu, menurut Apung Widadi, peneliti dari Indonesia Corruption
Watch (ICW) penggunaan tanda bintang oleh DPR tidak logis dan
mengada-ada. DPR, kata dia, menggunakan arogansinya sebagai pengatur
anggaran untuk melumpuhkan KPK.
’’Hampir semua fraksi di Komisi III menolak gedung baru KPK. Sekarang hanya masyarakat yang mendukung KPK,’’ paparnya.
Seperti diketahui, tanda bintang pembangunan gedung KPK ada sejak 2008.
Kala itu KPK mengusulkan pembangunan gedung baru sebesar Rp 225,7
miliar, tapi Komisi III memberi tanda bintang pada anggaran program
tersebut. Tahun ini, KPK kembali mengusulkannya dengan sistem
penganggaran tahun jamak. Komisi III tetap bergeming, tetap membintangi
anggaran gedung KPK.
Penolakan DPR tersebut mengundang simpati dari masyarakat. Koalisi dari
lembaga swadaya masyarakat kemudian turun mengumpulkan koin untuk KPK
yang mendapat respons positif dari masyarakat.
KPK Undang DPR
Daripada merevisi Undang-Undang KPK, lembaga antikorupsi itu justru
meminta kepada anggota DPR agar mencarikan solusi terkait permasalahan
gedung yang sudah full. Pasalnya UU No 30 tahun 2002 tentang KPK saat ini dinilai masih relevan dan tidak perlu diotak-atik.
’’Kalau ingin memperkuat KPK jangan merevisi UU, tapi carikan gedung
baru agar kinerja KPK bisa maksimal,’’ ucap Johan Budi, Juru Bicara KPK
kepada wartawan kemarin (30/9).
Jika tidak percaya, pihaknya meminta kepada anggota DPR yang terhormat
agar sekali-kali menyempatkan waktu singgah ke Gedung KPK di Jalan HR
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Sebagai gambaran saat ini,
sambungnya, ruang pemeriksaan yakni di lantai 7 dan 8 kondisinya sudah
memprihatinkan.
’’Saking tidak adanya ruang, berkas dan arsip penyelidikan berjubel
hingga lorong-lorong kantor dan tidak menyediakan sisa,’’ tandasnya.
Menurutnya pembangunan gedung mutlak diperlukan agar KPK dapat menambah
pegawainya. Mengingat pengusutan kasus dugaan korupsi yang masuk ke
instansinya tidak sebanding dengan jumlah sumber daya manusia (pegawai)
yang ada.
’’Jika ditambah pegawai, tapi belum ada gedung baru terus mau ditaruh di mana,’’ bebernya.
Sejauh ini, imbuh Johan, pihaknya sudah mencari sejumlah aset milik
negara yang tidak dimanfaatkan tetapi semuanya sudah penuh. Dari sekian
banyak gedung milik negara, tidak ada satupun yang tidak digunakan. Dan
saat TNI memberikan solusi pemanfaatan rutan, sejumlah pihak justru
menyerang balik KPK.
’’Padahal kita hanya menuruti solusi dewan agar mencari aset negara yang tidak terpakai,’’ jelasnya.
Sementara itu, praktisi hukum T. Nasrullah yang sering bolak-balik ke
Kantor KPK saat dikonfirmasi membenarkan pernyataan Jubir KPK tersebut.
Pasalnya Nasrullah yang menjadi penasihat hukum Angelina Patricia
Pingkan Sondakh tersebut mengaku seringkali melihat begitu semrawutnya
arsip di KPK karena ketiadaan ruang.
’’Setiap saya hendak mengunjungi klien, saya melihat arsip-arsip dan
berkas penyelidikan tersebut berjubel hingga lorong-lorong,’’ bebernya
kepada wartawan kemarin (30/9).
Menurutnya tidak salah jika, instansi pimpinan Abraham Samad tersebut
memerlukan perluasan gedung untuk penyimpanan arsip sehingga tidak
terkesan semrawut. ’’Saya disini tidak bicara soal gedung, tapi intinya
jangan takut dengan revisi,’’ tukasnya.
Menanggapi hal itu, Komisi III DPR RI Nudirman Munir berjanji akan
mempertimbangkan permintaan KPK tersebut. Menurutnya selama ini banyak
hal yang harus diprioritaskan selain gedung KPK. Politisi golkar
tersebut mengaku saat ini masih terus menggodok soal gedung tersebut.
’’Masih banyak Kapolres dan Kapolsek yang tidak mempunyai kantor. Kita
prioritaskan mana yang penting dulu,’’ katanya kepada wartawan usai
diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, kemarin (29/9).
Pihaknya berjanji akan segera mencarikan solusi gedung tersebut jika
anggaran sudah memadai dan penerimaan pajak dari Pemerintah sudah
terlampaui. Selama ini, anggota DPR sedang mencarikan solusi lain yakni
dengan menilik salah satu Gedung Kemenkumham yang mempunyai 26 lantai.
“Masak gedung setinggi itu semua disewakan semua. Nantilah kita carikan solusi,” janjinya.(sar/flo/jpnn)
Sumber : indopos.co.id