Adegan Hollywood di Stasiun Gambir
Heboh Dan Hot Polhukam Trending Topik(dok/antara) Seorang wajib pajak Asep Hendro (kiri) dan penyidik pajak golongan 4A/B Pargono Riyadi digiring petugas saat tiba di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/4). |
Stasiun Besar
Gambir, Jakarta, pukul 17.00 WIB. Kereta Api Bima tujuan Solo
meniupkan tanda selamat tinggal.
Peron tunggu masih ramai oleh
penumpang Gajayana tujuan Solo pada pukul 17.30. Satu dari antara
ratusan orang di sana tak ada yang menyadari ada enam penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir mengintai.
Termasuk Rukimin Tjahyanto alias
Andreas dan Pargono Riyadi, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Keduanya tak tahu merekalah sasaran
pengintaian oleh enam pasang mata tajam punggawa pemberantasan
korupsi ini.
Berjanji bertemu di lorong selatan
stasiun berwarna hijau itu, Andreas pun datang lebih dulu. Dia
menunggu Pargono dari kejauhan. Memindahkan kantong plastik kresek
adalah misinya.
Pargono tiba dari arah berlawanan
tempat Andreas berdiri. Tidak ada aba-aba, tidak ada kontak mata,
apalagi kontak seluler, keduanya sama-sama melangkah ke tengah
lorong. Enam pasang mata penyidik KPK tak berkedip melihat pergerakan
keduanya.
Mirip adegan film Hollywood, Pargono
dan Andreas pun berpapasan. Tas kresek berpindah tangan. Pargono
berbisik singkat. Misi selesai. Ramainya Gambir mengaburkan transaksi
haram dua anak manusia yang pura-pura tak saling mengenal itu.
Pargono masih menunggu taksi ketika
seorang penyidik sengaja merangkulnya sambil bertanya, "Pak
Pargono, ya?". Pargono yang keheranan sekaligus merasa rikuh
karena dirangkul orang tak dikenal yang segera menanyakan
identitasnya.
"Saya penyidik KPK, Pak,"
jawab penyidik itu. Sontak Pargono berusaha melepaskan diri dari
rangkulan tersebut.
Namun, Pargono tak bisa berkutik lagi
ketika penyidik mengatakan, "Bapak punya sakit jantung, kan?
Sayangi jantung Anda." Maka kemudian dengan mudah penyidik
menggiringnya ke mobil dan membawanya ke kantor KPK.
Pargono tidak sadar kalau di saat yang
bersamaan, hanya beberapa meter dari balik punggungnya, Rukimin
Tjahyanto alias Andreas yang bertubuh besar sedang bergulat dengan
sejumlah penyidik yang terpaksa bertindak keras menaklukkan
perlawanannya. Berhasil. Kedua tangannya lantas diborgol saat dibawa
penyidik ke KPK.
Mantan Pembalap
Di tempat terpisah yang berjarak
sekitar 33 kilometer, tim penyidik lainnya pun bergerak untuk
menangkap Asep Hendro di kantornya di Jalan Tole Iskandar, Depok.
Pemilik Asep Hendro Racing Sport (AHRS) itu dibekuk selang sepuluh
menit setelah penangkapan di Stasiun Gambir.
Asep disebut tidak melakukan
perlawanan meski ketika sampai di kantor KPK terlihat bajunya robek.
Entah karena sebenarnya melawan penyidik, atau berjuang melawan
lautan wartawan yang tidak pernah bosan mencecar para maling uang
negara dengan pertanyaan.
Satu pelaku lainnya baru tiba di
kantor KPK pukul 00.15 WIB. Dia ditangkap di Bandung, Jawa Barat.
Informasi yang diterima, pria ini bernama Wawan dan disebut-sebut
sebagai manajer AHRS. Wawan terlihat sempat gamang untuk keluar
sendiri dari mobil berpelat B 1700 RFV. Dia baru berani keluar
setelah penyidik KPK mempersilakan dan mengawalnya masuk ke gedung.
KPK masih melakukan pemeriksaan 1 x 24
jam sebelum menetapkan status hukum bagi keempatnya. Jika ditetapkan
menjadi tersangka, keempatnya paling cepat dijebloskan ke ruang
tahanan sekitar pukul 19.00 WIB, Rabu (10/4) malam ini.
Juru Bicara KPK
Johan Budi SP mengungkapkan penangkapan itu dilakukan berdasarkan
informasi masyarakat tentang adanya praktik suap menyuap itu. Tim KPK
juga berhasil mengamankan uang sekitar Rp 125 juta yang diduga uang
suap komitmen fee pengurusan pajak.
Pargono tercatat
sebagai penyidik PNS golongan IVB di kantor wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat. Sementara itu Asep merupakan
pengusaha suku cadang otomotif terbesar di Indonesia dengan merek
AHRS. Selain di Depok, Asep memiliki galeri di Bandung, Malaysia,
Makassar, Purwokerto, Bogor, dan Jatinegara.
Dari hasil
penelusuran diketahui Asep adalah mantan pembalap nasional di era
1990-an. Pensiun dari membalap, pria berusia 43 tahun ini pun
melakoni usaha jual-beli suku cadang motor sejak 15 tahun silam.
Nama
Asep dikenal akrab secara luas di kalangan penggemar otomotif roda
dua. Tak ayal, buah bibir di antara mereka soal Asep tak lagi tentang
kegemarannya dalam gasstrack, motocross, dan road race, tapi soal
kasus pajaknya.
Sumber : shnews.co