Kamis, 25 April 2013

Inilah cara menanam seluruh keperluan pangan dengan mengurangi zat kimia

Inilah cara menanam seluruh keperluan pangan dengan mengurangi zat kimia

Inilah cara menanam seluruh keperluan pangan dengan mengurangi zat kimia.
Oleh Dan Charles
Foto oleh Peter Essick

N. Nitrogen. Nomor atom: tujuh. Zat ini adalah urat nadi pertanian, menjamin pasokan pangan dalam dunia kita yang padat. Tanpa unsur ini, proses fotosintesis tak dapat berlangsung—protein tak dapat terbentuk dan tanaman tak dapat tumbuh.

Jagung, gandum, padi—tanaman cepat-tumbuh yang diandalkan umat manusia untuk hidup—termasuk tanaman yang paling haus-nitrogen. Bahkan, ketiga tanaman ini memerlukan nitrogen lebih dari yang dapat disediakan alam. Pabrik besar menangkap gas nitrogen lembam dari atmosfer, dan memaksanya bereaksi secara kimiawi dengan hidrogen dalam gas alam, membentuk senyawa reaktif.

Pupuk nitrogen itu—lebih dari seratus juta ton dipakai di seluruh dunia setiap tahunnya—menghasilkan panen melimpah. Tanpanya, peradaban manusia dalam bentuknya sekarang tak mungkin ada. Tanah planet kita tidak mampu menghasilkan cukup makanan bagi ketujuh miliar manusia dengan pola makan kita yang biasa. Bahkan, hampir setengah nitrogen yang terdapat dalam tubuh kita berawal dalam pabrik pupuk.

Namun, nitrogen kini mencekik margasatwa di danau dan muara, mencemari air tanah, dan bahkan memanaskan iklim dunia. Ketika dunia yang lapar memikirkan miliaran mulut tambahan yang akan membutuhkan protein kaya-nitrogen, berapa banyak air dan udara bersih yang kelak tersisa di tengah-tengah penyuburan ladang yang kita perlukan? Dilema nitrogen ini paling kentara di Cina, negara yang menggemari makanan dan mencemaskan bahwa persediaan akan habis.

Bagi pengunjung yang cuma numpang lewat, kecemasan itu tampak tak beralasan. Di setiap jalan, makanan tampak berjibun. Di restoran bernama San Geng Bi Feng Gang, di pinggiran kota Nanjing, saya mengamati dengan takjub sementara berbagai hidangan mengalir keluar: tim ikan, goreng iga kambing, sup telur dan daun seruni, masakan mi yang terbuat dari ubi, brokoli goreng, kelunak, dan bermangkok-mangkok nasi yang uap panasnya mengepul.

“Apakah sejak dulu rakyat Cina makan seenak ini?” tanya saya kepada Liu Tianlong, ilmuwan pertanian yang memperkenalkan saya kepada para petani di dekat sana. “Tidak,” ucapnya. “Semasa saya kecil, orang beruntung kalau bisa makan nasi tiga kali sehari.”

Liu menjalani masa kecilnya setelah bencana kelaparan Cina, yang berlangsung dari 1959 hingga 1961 dan diperkirakan menewaskan 30 juta jiwa. Meski musim kemarau turut berperan, bencana ini terutama timbul akibat keputusan Mao Zedong. “Lompatan Jauh ke Depan” dari pemimpin Cina ini mengolektifkan pertanian, dan memaksa petani menyerahkan hasil panen kepada birokrasi terpusat.


Sumber : nationalgeographic.co.id
Inilah cara menanam seluruh keperluan pangan dengan mengurangi zat kimia
4/ 5
Oleh
Add Comments


EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.