Di Mina, Jamaah Haji Backpacker Membeludak
headlines nasionalMina - Jumlah jamaah haji backpacker ini mencapai ratusan ribu orang. Mereka bisa juga disebut jamaah haji bonek atau haji koboi. Mereka memadati hampir semua jalan di Mina.
Nyaris tak ada tempat atau lahan kosong yang tidak dipenuhi para jamaah haji backpacker itu. Pokoknya, di mana ada tempat bisa dijadikan beristirahat atau berteduh, di situlah mereka berkumpul. Mereka rela tidur, duduk, atau leyeh-leyeh berdampingan dengan tempat sampah. Bahkan, mereka juga tak jijik meski harus makan di dekat tempat sampah. Saking banyaknya jamaah haji backpacker, mereka sendiri sudah kesulitan mencari tempat yang sedikit lebih layak.
Dari informasi, ada dua kemungkinan soal keberadaan para jamaah haji backpacker. Pertama, mereka ingin melempar jamrah, tetapi saat menunggu lempar jamrah berikutnya mereka ingin lokasi menginap tidak terlalu jauh dengan jumarat. Itu seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Kedua, bisa jadi para jamaah haji tersebut tidak mendapat tempat atau tenda penginapan karena tak terdaftar di panitia haji setempat. Atau maktabnya terlalu jauh, sehingga memilih lebih mendekati tempat jumarat untuk memudahkan lempar jamrah. Risikonya harus tidur di sembarang tempat.
’’Dari tahun ke tahun jamaah model begini kian banyak. Paling banyak ya saat di Mina ini,” ujar Ustad Munir, pembimbing haji yang sudah belasan kali ke tanah suci.
Aparat keamanan di Arab Saudi yang jumlahnya terbatas tampak kewalahan menghadapi para jamaah haji backpacker itu. Saking banyaknya haji model seperti itu, petugas Arab Saudi pun tampaknya sudah angkat tangan.
Hanya sesekali petugas mengusir jamaah haji yang tidur di sembarang tempat, khususnya di jalan. Terutama jika mereka sudah keterlaluan. Misalnya tidur menutupi jalan. Selebihnya, ya dibiarkan saja karena begitu banyaknya jumlah mereka.
Petugas lebih memilih mengatur jamaah di lokasi atau tempat kerumunan jamaah haji yang bisa menimbulkan kerawanan. Misalnya di pintu masuk jumarat atau perempatan dan pertigaan jalan yang menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Khusus untuk lalu lintas, petugas cukup tegas. Ketika menurunkan penumpang, bus tidak boleh berhenti lama karena bisa menimbulkan kemacetan. Setelah mengedrop penumpang, bus diminta segera meninggalkan lokasi.
Begitu pula sebaliknya. Mengambil penumpang harus cepat, tidak boleh parkir terlalu lama. Kalau terlalu lama parkir, sopir akan didamprat petugas. Kalau tidak segera pergi juga, bodi mobil dipukul-pukul. Bruk.... bruk.... Sopir pun mau tidak mau harus segera pergi.
Secara kasatmata, mereka yang melakukan haji backpacker umumnya warga negara asing. Lebih-lebih jamaah dari Afrika, Timur Tengah, Pakistan, India, Bangladesh. Tetapi, dari Indonesia juga tidak sedikit.
Pokoknya, bercampur baur. Mereka tidak membedakan asal negara atau mengelompokkan diri hanya satu negara. Di mana ada tempat kosong, di situ banyak dijumpai backpacker. Bahkan, mereka rela kepanasan, tidak meninggalkan lokasi kemah meski hanya pakai tenda, payung, atau barang seadanya sekadar menghindari sengatan matahari.
Beberapa jamaah rela berpanas-panasan karena tidak ada tempat berlindung lagi. Meski demikian, toh mereka terlihat sehat-sehat saja. Mungkin mereka sudah terbiasa menghadapi sengatan matahari karena juga dari negara sekitar Timur Tengah atau Asia Selatan yang suhunya relatif panas.
Bandingkan dengan jamaah Indonesia yang umumnya tidak tahan panas. Misalnya setelah belasan menit menunggu bus yang tidak segera sampai karena lalu lintas macet, ada satu jamaah yang pingsan karena kepanasan. Untung bus segera datang hingga jamaah yang semaput tadi pun digotong ke dalam bus.
Yang juga menarik, kelompok haji backpacker tadi tak hanya dari kalangan kaum muda. Mereka dari semua kelompok umur. Tak jarang terlihat yang sudah berusia lanjut dan memakai kereta dorong. Bahkan terlihat anak-anak yang mengenakan pakaian ihram tidur di samping orang tuanya.
Melihat kondisi mereka yang tidur sembarangan, mungkin timbul rasa iba. Tetapi, tidak demikian dengan mereka. Hal itu sudah lumrah dilakukan banyak jamaah haji dari mancanegara. Yang penting mereka bisa memenuhi panggilan Allah.
Soal kebutuhan air minum juga tidak ada masalah. Di sepanjang jalan jumarat atau tempat lain, pemerintah Arab Saudi menyediakan banyak keran air minum secara gratis.
Tak heran sepanjang hari keran air itu dipenuhi para jamaah. Ada yang pakai gelas atau botol.
Untuk sarana mandi, pemerintah Saudi juga menyediakan banyak semacam tempat MCK (mandi cuci kakus) di jalan-jalan menuju jumarat.
Di dekat jumarat terdapat deretan restoran yang menyediakan aneka makanan, khususnya roti, kebab, dan ayam. Yang paling besar namanya RM Al Baik. Ramainya bukan main dan buka 24 jam nonsetop selama lima hari. Ini menyesuaikan dengan waktu lempar jamrah yang hanya sekitar lima hari itu.
Untuk menjaga ketertiban pembeli, restoran ini dijaga beberapa tentara. Pembeli diharuskan lewat pintu pagar. Kalau di dalam restoran masih banyak pembeli, pengantre ditahan dulu. Setelah agak longgar, pembeli tadi disuruh masuk.
Tak ayal terjadi desak-desakan. Bahkan, tak sedikit pembeli yang memanjat pagar agar bisa cepat masuk restoran. Jika ketahuan petugas, mereka pun diusir dan diminta berbaris layaknya pembeli lain.
Selain itu, membeludaknya jamaah haji yang masuk Mina secara hampir bersamaan, termasuk haji model backpacker, meninggalkan tumpukan sampah di mana-mana.
Hampir di semua tempat, di sudut-sudut Kota Mina dipenuhi tumpukan sampah. Akibatnya bau tak sedap muncul, termasuk yang dekat dengan tenda jamaah haji. (jpnn/c1/ary)