Senin, 07 November 2011

Mahasiswi UIN yang Bikin Heboh karena Kepergiannya Tanpa Pamit

Mahasiswi UIN yang Bikin Heboh karena Kepergiannya Tanpa Pamit

Dikaitkan NII, Setiap Kali Terima Telepon Teteskan Air Mata
Setelah sempat reda, heboh penculikan para mahasiswi yang dituduhkan kepada kelompok Negara Islam Indonesia (NII) KW IX kembali mencuat. Ini karena ada dua mahasiswi yang hilang misterius.
Belakangan diketahui bahwa mahasiswi tersebut minggat dari rumah karena ada masalah dengan orangtuanya. Salah satunya dialami Dwi Oktaviani Kartika Candra.
ANAK kedua dari tiga bersaudara ini dikenal ramah dan suka membantu berjualan soto di rumah makam yang dikelola kedua orang tuanya. Dwi Oktaviani Kartika Candra, 22, Mahasiswi Universitas Islam Ne geri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat ini pun dikenal periang dan cerdas di kampusnya.
Namun, sejak mengenal lelaki asal Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat, menurut orangtua dan teman-temannya, perilaku Dwi ber ubah 180 derajat. Salah satu keanehan yang paling dirasa keluarga soal kebiasaan wirid (zikir) yang dilakukan oleh Dwi kelewat lama.
Bahkan perempuan berjilbab ini pun rela meninggalkan keluarganya lari bers ama lelaki berkulit hitam tersebut. Kediaman pasangan Syamsudin dan Salamah, orangtua Dwi, terletak di di Jalan Ker tamukti Nomor 3, Kelurahan Pisangan, Ci putat, Tangerang Selatan. Terletak hanya sekitar beberapa langkah dari gang warga yang berada tepat di gedung UIN Syarif Hida yatullah. Hunian yang sekaligus dijadikan rumah makan Soto Betawi tersebut ditinggali orang tua, nenek, dan kakak sert a adik kandung Dwi, Muhammad Alam Purba dan Muhammad Julian Anggara.
“Dia belum pulang sejak meninggalkan ru mah ini 31 Oktober lalu,” terang Erna, 62 nenek Dwi saat ditemui INDOPOS di warung Soto bercat kuning tersebut. Sembari menyediakan soto pesanan INDOPOS, perempuan paruh baya ini terlihat tetap tegar. Menggunakan baju berwarna merah, Erna disibukkan menyediakan pesanan puluhan pelanggan yang datang untuk menyantap soto “Kalau ada Dwi, biasanya dia yang menyajikan makanan untuk tamu,” kenang Erna.
Saat pelanggan mulai sepi, Erna bersedia me nemani INDOPOS bercengkarama. Perem puan asli Betawi kelahiran Cisauk, Kabupaten Tangerang, ini menerangkan Dwi me rupakan anak yang cerdas. Sejak SD hingga SMA, cucunya tersebut menimba ilmu di sekolah berbasiskan Islam. Dwi merupakan lu lusan Tsanawiah di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Lalu melanjutkan S1 di Jurusan Perpustakaan Islam Fakultas ADAB dan Hu maniora, UIN.
“Meski begitu dia tidak fanatik. Ra jin salat lima waktu. Dia juga ceria, suka mem bantu orang tua,” terang Erna. Namun, perilaku Dwi berubah sejak mengenal lelaki bernama Muhammad Suhendar Sa nusi alias Nandar, pria yang diketahui bermukim di Leuwiliang, Bogor. Perkenalan Dwi dengan Suhendar terjadi di kampus. Meski lelaki berperawakan kurus dan berkulit hitam ter sebut bukan mahasiswa UIN.
Sekitar Agustus 2011, terang Erna, lelaki itu mu lai datang ke rumahnya. Setiap datang, Su hendar menggunakan sepeda motor. Suhendar sendiri diketahui mondok (belajar di pe santren, red) di Leuwiliang, milik kerabat Suhendar. Sepengetahuan nenek berbadan tambun ini, keluarga besar Suhendar merupakan keturunan ulama dan memiliki pondok pesantren di Leuwiliang.
“Meski pacaran, Suhendar tidak sering kemari. Kalau ke sini dia bawa motor. Ketemuan nya juga paling sebulan sekali,” papar Erna sembari menerangkan apabila bertamu, Su hendar lebih banyak duduk di warung. Tepat di meja dan bangku yang digunakan INDO POS bercengkarama dengan Erna. Dwi mulai mengenal Suhendar setelah hubu ngan antara Dwi dengan lelaki bernama De den yang tidak lain rekan Suhendar putus.
Hu bungan Dwi dan Deden putus di tengah ja lan karena Suhendar mengungkapkan kalau Deden merupakan suami beristri tiga. Di tengah Dwi mengalami patah hati, Suhendar mu lai mendekati. Setelah keduanya dekat, mulailah Dwi berpe rangai tidak seperti yang keluarga kenal se jak kecil. Setiap berkomunikasi dengan Suhendar melalui sambungan telepon, Dwi se lalu meneteskan air mata dan mengurung diri di kamar. Tidak hanya itu, Dwi jadi rajin wi rid usai shalat. Namun wirid yang dilakukan Dwi kelewat lama, tidak seperti biasanya. Bahkan, Dwi jadi berperilaku kasar kepada orang tuanya.
“Setelah kenal itu cowok (Suhendar) cucu sa ya jadi aneh. Wirid lamanya minta ampun. Kita kan jadi bingung. Saya menduga cucu saya itu dijampi-jampi,” papar Erna. Usaha jampi-jampi yang dilakukan Suhendar kepada Dwi, terang Erna, diperkuat atas cerita cucunya tersebut. Saat bercerita ber dua, Dwi pernah bercerita bahwa Suhendar bisa mengobati orang sakit. Dwi juga mengakui sering diajari wirid.
“Saya juga sudah nasehati cucu saya itu agar men jauhi lelaki tersebut. Namun nggak didenger juga. Mungkin karena udah cinta kali yah. Apa udah kena pelet (guna-guna),” ujar Erna menjelaskan kekhawatiran atas keputusan Dwi meninggalkan rumah. Syamsudin, ayah Dwi memang tegas melarang putrinya berhubungan dengan Suhendar.
Beberapa kali Syamsudin sempat menasehati putri satu-satunya tersebut. Apalagi pihak ke luarga merasa Suhendar belum mapan untuk berkeluarga. Di sisi lain, Dwi masih diharapkan oleh keluarga menamatkan perkuliahan yang saat ini dalam tahap menyusun karya ilmiah. “Saya me mang pernah nasehati putri saya,” kata Syam sudin kepada INDOPOS. Rasa tidak simpatik terhadap Suhendar memang dirasa oleh keluarga. Bagaimana tidak, saat pertama kali berkunjung ke rumah, Suhendar datang dengan tampilan yang tidak senonoh.
Terang Syamsudin, Suhendar, sekitar bulan Agustus 2011 datang dengan tampilan rambut gondrong. Bahkan menggunakan celana jeans ketat. Suhendar sendiri sem pat menginap di kediaman keluarga Dwi, ka rena saat itu, hari sudah larut. “Saya hanya inginkan anak saya menyelesaikan kuliah,” ucapnya. Ketidaksimpatikan pihak keluarga pun makin menjadi saat Suhendar mengakui telah me ngirimi SMS pada ibunda Dwi, Salamah, berisi ‘saya bisa membuntingi (menghamili) putri Anda kalau saya mau’. Pengakuan itu dilontarkan oleh Suhendar saat lelaki ini datang pada 23 Oktober 2011 hendak melamar Dwi. Syamsudin sontak menolak lamaran tersebut.
“Saya bilang sama lelaki itu jangan mengganggu anak saya. Karena dia pun masih mondok (belajar di pesantren) lagi,” ujarnya. Setelah menolak lamaran tersebut, tertanggal 31 Oktober sekitar pukul 09.00, Dwi nekat me ninggalkan rumah. Keluarga hanya menemui pesan di secarik surat di kamar tidur. Isinya ‘Dwi akan pergi dengan waktu yang lama dan merasa kecewa karena niatan Suhendar melamar Dwi ditolak.
Tidak hanya itu, Dwi juga kecewa kepada orangtuanya karena le bih mementingkan usaha dan uang daripada bersedekah.’ “Padahal anak saya itu tidak pernah me nge luarkan perilaku aneh. Dia itu periang dan akrab dengan abang dan adiknya,” paparnya. Tidak itu saja, keluarga makin curiga bahwa anaknya dibawa kabur oleh Suhendar atas SMS yang berisi ‘Suhendar dan Dwi tidak akan bisa dipisahkan walau dengan jalan apapun’. (kin)
Mahasiswi UIN yang Bikin Heboh karena Kepergiannya Tanpa Pamit
4/ 5
Oleh
Add Comments


EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.