Jumat, 25 Januari 2013

Pengungsi Pluit Ogah Pindah ke Rusun Marunda

Pengungsi Pluit Ogah Pindah ke Rusun Marunda

Pengungsi Pluit Ogah Pindah ke Rusun Marunda
Sejumlah anak korban banjir tidur saat mengungsi di halte bus Trans Jakarta Landmark Pluit Auto Plaza, Jakarta, (23/01). Halte bus Trans Jakarta terpaksa menjadi tempat pengungsian karena rumah mereka masih terendam banjir hampir selama sepekan ini. TEMPO/Yosep Arkian

Jurnal Harian - Jakarta - Fasilitas lengkap ternyata tak menjamin pengungsi dari daerah genangan atau bantaran Waduk Pluit mau pindah ke Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda. Banyak pengungsi Pluit lebih memilih diungsikan ke tempat lain sambil menunggu banjir di tempat tinggal mereka surut.

Contohnya pasangan suami-istri Saedi, 41 tahun, dan Suharsih, 38 tahun. Mereka yang berada di pengungsian Cometa Futsal, Pluit, lebih memilih pindah mengungsi ke Kantor Kelurahan Pluit, Jakarta Utara, daripada pindah ke Rusun Marunda. "Pertimbangan saya pekerjaan. Marunda jauh dari tempat kerja saya," kata Saedi kepada Tempo, Kamis, 24 Januari 2013.

Saedi bekerja sebagai kuli pelabuhan di Muara Angke. Ia bekerja dari pagi hingga malam, bahkan bisa pulang keesokan harinya jika pekerjaan menumpuk. Jika tinggal di Marunda, ia semakin sulit pulang malam karena tak ada kendaraan umum yang menjangkau tempat tersebut.

Istrinya, Suharsih, punya alasan berbeda. Ia enggan pindah karena sudah merasa nyaman di rumah mereka yang beralamat di Kampung Burung, Pluit Timur. Menurut dia, tarif sewa rumahnya lumayan murah karena sudah termasuk biaya listrik dan air.

"Sewa rumah saya cuma Rp 200 ribu. Kalau di Marunda, bisa sampai Rp 371 ribu per bulan. Lagi pula ini kebanjiran baru sekarang kok. Kalau pemerintah betulkan waduk, saya yakin enggak banjir lagi di sana," ujarnya.

Selain pasangan asal Semarang itu, warga lain bernama Syarif, 41 tahun, juga menolak pindah ke Marunda. Ia beralasan rumahnya di wilayah Gedong Pompa, Pluit, adalah rumah tetap alias bukan kontrakan. Rumah milik istrinya itu diwariskan keluarganya secara turun-menurun.

"Ini pertama kalinya saya mengungsi sejak tahun 1998. Kalau sudah ditemukan masalahnya oleh pemerintah, saya rasa enggak akan banjir lagi, Mas," ujar pria yang sudah tinggal di Gedong Pompa selama 15 tahun itu.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok menegaskan bahwa dirinya tak memaksa warga pindah ke Marunda. Tapi ia memastikan tak bisa memberikan ganti rugi jika terjadi hal yang tidak diinginkan. "Kalau warga ingin bertahan di Pluit, silakan saja," kata dia.

Peminjaman Cometa Futsal, Pluit, sebagai tempat pengungsian telah berakhir. Namun, berdasarkan pantauan Tempo, sebagian besar keluarga yang melakukan registrasi tujuan pengungsian lebih memilih pindah mengungsi ke Kantor Kelurahan Pluit. Hanya sedikit keluarga yang memilih pindah ke Marunda.

ISTMAN MP

sumber : tempo.co
Pengungsi Pluit Ogah Pindah ke Rusun Marunda
4/ 5
Oleh
Add Comments


EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.