Polusi Bikin Ukuran Penis Berang-berang Menyusut
Dunia headlinesBerang-berang. spirit-animals.com |
Cardiff - Tim
ilmuwan di Universitas Cardiff, Inggris, telah menemukan sebuah tren
yang mengkhawatirkan pada berang-berang. Tingginya polusi perairan
menyebabkan organ seksual berang-berang jantan menyusut. Mereka
memperingatkan hal serupa bisa saja terjadi pada manusia.
Penelitian yang dilakukan lewat proyek penelitian berang-berang bertajuk Cardiff University Otter Project ini menunjukkan bahwa bahan kimia modern diduga menjadi pemicu terjadinya fenomena mengkhawatirkan yang disebut "organ layu". Organ seksual berang-berang dalam kasus ini menjadi "layu", padahal mamalia air yang sedang diteliti itu dalam kondisi sehat.
Analisis laboratorium menunjukkan terjadinya penurunan ukuran tulang penis (baculum) pada berang-berang jantan. Penurunan ukuran tulang penis pada akhirnya mempengaruhi ukuran organ seksual yang mengecil.
Para ilmuwan mengatakan keberadaan zat kimia pengganggu hormon endokrin, yang dikenal sebagai hormon pengganggu, menjadi penyebab munculnya kelainan tersebut.
"Kami terkejut melihat penurunan berat baculum," kata Elizabeth Chadwick, manajer proyek penelitian berang-berang di Universitas Cardiff, Senin, 25 Februari 2013. "Ini tentu perlu penyelidikan lebih lanjut."
Tim ilmuwan mengkhawatirkan fenomena serupa juga mulai menimpa manusia. Hal ini dilihat dari meningkatnya jumlah anak laki-laki yang lahir dengan testis tidak turun, suatu kelainan organ seksual, dan jumlah sperma rendah. Kelainan kesehatan reproduksi pada manusia diduga kuat juga disebabkan keberadaan hormon pengganggu.
Gwynne Lyons, direktur Chemicals, Health and Environment Monitoring (CHEM) Trust, mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan efek negatif polutan terhadap kesehatan reproduksi individu jantan atau laki-laki. "Jika ingin melindungi satwa liar, kita memerlukan informasi yang baik mengenai kesehatan reproduksi spesies kunci," ia berkomentar.
Pada 1970-an, populasi berang-berang di Inggris menurun drastis. Tingginya kadar polutan di sungai-sungai yang menjadi habitat berang-berang disalahkan atas kejadian itu. Badan Lingkungan Hidup yang sejak 1990 mendanai pemeriksaan post-mortem menemukan bahwa penurunan polutan secara bertahap meningkatkan populasi berang-berang.
Namun, penelitian terbaru yang dirilis CHEM Trust menunjukkan ada hubungan antara bahan kimia hormonal dan gangguan kesehatan reproduksi pada individu jantan berang-berang. Para ahli yang mempelajari kesehatan reproduksi mamalia itu di Inggris dan Wales menemukan terjadinya penurunan berat tulang penis berang-berang.
Eleanor Kean, pakar berang-berang di Jurusan Bisains Universitas Cardiff, mengatakan berang-berang merupakan spesies indikator kesehatan lingkungan perairan tawar yang sangat baik di Inggris. "Polutan organik dilarang sejak 1970-an. Namun, dampak bahan kimia lainnya terhadap satwa liar masih banyak yang belum dipantau," ujarnya.
DAILYMAIL | MAHARDIKA SATRIA HADI
Penelitian yang dilakukan lewat proyek penelitian berang-berang bertajuk Cardiff University Otter Project ini menunjukkan bahwa bahan kimia modern diduga menjadi pemicu terjadinya fenomena mengkhawatirkan yang disebut "organ layu". Organ seksual berang-berang dalam kasus ini menjadi "layu", padahal mamalia air yang sedang diteliti itu dalam kondisi sehat.
Analisis laboratorium menunjukkan terjadinya penurunan ukuran tulang penis (baculum) pada berang-berang jantan. Penurunan ukuran tulang penis pada akhirnya mempengaruhi ukuran organ seksual yang mengecil.
Para ilmuwan mengatakan keberadaan zat kimia pengganggu hormon endokrin, yang dikenal sebagai hormon pengganggu, menjadi penyebab munculnya kelainan tersebut.
"Kami terkejut melihat penurunan berat baculum," kata Elizabeth Chadwick, manajer proyek penelitian berang-berang di Universitas Cardiff, Senin, 25 Februari 2013. "Ini tentu perlu penyelidikan lebih lanjut."
Tim ilmuwan mengkhawatirkan fenomena serupa juga mulai menimpa manusia. Hal ini dilihat dari meningkatnya jumlah anak laki-laki yang lahir dengan testis tidak turun, suatu kelainan organ seksual, dan jumlah sperma rendah. Kelainan kesehatan reproduksi pada manusia diduga kuat juga disebabkan keberadaan hormon pengganggu.
Gwynne Lyons, direktur Chemicals, Health and Environment Monitoring (CHEM) Trust, mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan efek negatif polutan terhadap kesehatan reproduksi individu jantan atau laki-laki. "Jika ingin melindungi satwa liar, kita memerlukan informasi yang baik mengenai kesehatan reproduksi spesies kunci," ia berkomentar.
Pada 1970-an, populasi berang-berang di Inggris menurun drastis. Tingginya kadar polutan di sungai-sungai yang menjadi habitat berang-berang disalahkan atas kejadian itu. Badan Lingkungan Hidup yang sejak 1990 mendanai pemeriksaan post-mortem menemukan bahwa penurunan polutan secara bertahap meningkatkan populasi berang-berang.
Namun, penelitian terbaru yang dirilis CHEM Trust menunjukkan ada hubungan antara bahan kimia hormonal dan gangguan kesehatan reproduksi pada individu jantan berang-berang. Para ahli yang mempelajari kesehatan reproduksi mamalia itu di Inggris dan Wales menemukan terjadinya penurunan berat tulang penis berang-berang.
Eleanor Kean, pakar berang-berang di Jurusan Bisains Universitas Cardiff, mengatakan berang-berang merupakan spesies indikator kesehatan lingkungan perairan tawar yang sangat baik di Inggris. "Polutan organik dilarang sejak 1970-an. Namun, dampak bahan kimia lainnya terhadap satwa liar masih banyak yang belum dipantau," ujarnya.
DAILYMAIL | MAHARDIKA SATRIA HADI
Sumber : tempo.co