Isu Pelanggaran HAM Bayangi Prabowo
Heboh Dan Hot Polhukamprabowo |
JAKARTA--Berbagai survei menunjukkan elektabilitas capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, cukup tinggi. Tapi, di balik itu, persoalan dugaan pelanggaran HAM di masa lalu terkait penghilangan belasan aktivis dalam periode 1997-1998 masih membayanginya. Pengamat politik Ade Armando menyampaikan, Prabowo harus menjelaskan secara terbuka peristiwa yang sampai sekarang masih menjadi misteri itu.
"Kalau Prabowo hanya menjadi pengusaha sukses, terus bilang lupakan masa lalu, mungkin (publik) masih bisa terima. Tapi, kalau Prabowo memang ingin menjadi presiden, jujur cerita apa yang terjadi pada tahun-tahun itu," kata Ade dalam bedah buku"Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam: 70 Tahun Taufik Kiemas"di aula FKUI, Selasa (5/3).
Acara tersebut dihadiri Kiemas, Ketua DPD Irman Gusman, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari dan Farhan Hamid, serta Wakil Ketua DPR Pramono Anung.
Ade mengungkapkan, ada belasan aktivis yang diculik dan hilang sampai sekarang. Sembilan aktivis memang sudah kembali. Misalnya, Pius Lustrilanang, Desmond J. Mahesa, dan Haryanto Taslam. Mereka malah bergabung dengan Partai Gerindra. Pius dan Desmond kini duduk sebagai anggota DPR. Tapi, sejumlah aktivis yang lain masih tak jelas nasibnya.
Saat peristiwa itu terjadi, Prabowo menjadi Pangkostrad. Prabowo sendiri tidak pernah diajukan ke Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), tapi hanya diperiksa Dewan Kehormatan Perwira (DKP). "Prabowo mengaku tahu ada Tim Mawar (yang menculik). Tapi, tidak tahu kalau itu sampai ke penyiksaan," kata Ade.
Mahmilub akhirnya memvonis bersalah beberapa bawahan Prabowo. Mereka dipecat dari jabatannya. Ada yang ditahan beberapa waktu, lalu bebas. Prabowo sendiri akhirnya diberhentikan dari dinas kemiliteran. "Sampai sekarang Prabowo tidak pernah cerita soal aktivis lain yang masih hilang dan mungkin sudah mati itu," tegas dosen FISIP UI itu.
Prabowo, lanjut Ade, harus bisa menunjukkan bahwa dirinya bersih, sekaligus menunjuk pelakunya. "Kita tidak mau punya capres yang masa lalunya dirahasiakan atau kita tidak tahu. Apalagi, ini bukan masa lalu dalam arti tahun 1945, tapi tahun 1997-1998. Baru 15 tahun lalu," bebernya.
Dia menegaskan, penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan secara sistematis merupakan kejahatan HAM yang tergolong berat. Secara terpisah, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Permadi menilai ada upaya menghancurkan elektabilitas Prabowo yang tengah menanjak dengan terus mengaitkannya ke peristiwa penculikan aktivis 1997-1998. "Jelas sekali ada orang-orang yang ingin menjegal Prabowo menjadi presiden," kata Permadi.
Dia menuturkan, pada era itu ada banyak tim yang mendapat tugas menculik. Jadi, bukan hanya tim yang berada di bawah kendali Prabowo. "Ada banyak tim yang juga ditugaskan menculik dan mungkin membunuh," katanya.
Permadi menilai masalah Prabowo sudah selesai. Sebagai tentara yang sangat loyal, kata Permadi, Prabowo tidak mungkin mengambil inisiatif. Semua tindakan pasti berdasar perintah atau suruhan atasannya. "Suatu ketika dalam rapat Partai Gerindra, Prabowo menyampaikan bahwa dirinya pernah disuruh membunuh Permadi. Dia itu disuruh. Mengapa yang menyuruh tidak pernah diutik-utik?" ujarnya.
Sebagai Pangkostrad kala itu, lanjut Permadi, Prabowo hanya memiliki tiga atasan. Yang paling bawah adalah KSAD, kemudian panglima ABRI, dan paling atas adalah presiden selaku panglima tertinggi. "Kenapa yang lain itu tidak pernah diutik-utik?" protesnya.
Menurut Permadi, Prabowo yang berpangkat letjen itu sudah menerima ganjaran yang sangat berat dalam bentuk pemecatan. "Itu hukuman tertinggi bagi seorang perwira tinggi," katanya.
Hal lain yang juga harus diingat, lanjut dia, semua aktivis yang penculikannya dikaitkan dengan Prabowo sudah kembali dalam keadaan hidup. "Sekarang semua bergabung ke Gerindra, termasuk saya," ujarnya. Dia menganggap kritik terhadap Prabowo sangat bernuansa politis. "Kalau berani buka kasus 1965! Itu pelanggaran HAM terbesar," tandas Permadi.(pri/c2/agm)
Sumber : jpnn.com