Salwa Atasi Krisis Energi, Ade Bikin Pestisida Nabati
headlines nasionalPara Mahasiswa Berotak Cemerlang yang Juarai Olimpiade Sains Nasional 2011
Sebanyak 24 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia terpilih menjuarai Olimpiade Sains Nasional (OSN)-Pertamina 2011. Mereka sebelumnya melalui beberapa tahapan seleksi dari tingkat daerah hingga provinsi yang diikuti 16 ribu peserta. Bagaimana sosoknya? SUTRISNO WAHYUDI, Jakarta
WAJAH Salwa Nursyahida, 19, berseri-seri saat berdiri di atas podium. Ke ba ha giaan nya tak mampu disembunyikan ketika na manya disebut sebagai peraih juara perta ma OSN-Pertamina kategori best presen ter untuk bidang matematika. ’’Kadang saya berpikir tidak mungkin saya bisa meraih juara pada kompetisi kali ini. Ta pi malam ini berkenyataan lain. Bagi saya ini sebuah keberuntungan,’’ kata Salwa Nursyahida saat ditemui usai malam grand final di Kantor Pertamina Pusat Jumat malam (4/11) lalu. Mahasiswi semester III Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung tersebut mengaku dua kali mengikuti kompetisi serupa. Namun tahun lalu, dia gagal melenggang ke seleksi tingkat nasional. Belajar dari kegagalan sebelumnya, anak kedua dari 6 bersaudara dari pasangan Jamaludin dan Yulizar melakukan persiapan lebih matang.
Empat makalah harus dia persiapkan dengan waktu kurang dari tiga pekan. ’’Sempat nggak tidur dan sakit karena tensi darah turun saat membuat makalah. Pengorbanan lainnya, saya sampai bolos nggak ikut UTS (Ujian Tengah Semester). Rasanya sayang banget, walaupun ada kompensasi dari kampus,’’ terang perempuan kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 16 Agustus 1992 Salah satu makalah yang dipresentasikan saat final berjudul Rancangan Pembangunan Pembangkit Listrik di Indonesia Tahun 2025. Makalah ini disusun berbekal upayanya mencari berbagai referensi dengan browsing di internet. Salwa pun menemukan blueprint kebijakan nasional hingga 2025 dan potensipotensi yang ada di Indonesia. ’’Dari sana, saya lalu berpikir bagaimana caranya kebutuhan energi nasional itu terpenuhi karena kita itu sering krisis energi,’’ terangnya. Dalam makalahnya, Salwa menyajikan pemikirannya tentang analisis potensi sumberdaya alam yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan energi dengan meminimkan biaya produksi.
Misalnya dengan batasan-batasan tertentu, seperti panas bumi di 2025 minimal lima persen dari kapasitas produksi nasional. Demikian pula dengan energi terbarukan lainnya juga dengan batasan-batasan tertentu. Dari situ, Salwa menyajikan biaya-biaya investasinya dengan menggunakan pemodelan program linier (metode simplex) dan dicari paling minimum. Apakah makalah yang disajikan tersebut bisa diimplementasikan? Salwa menjawab bisa. ’’Tapi saya harus tahu data sebenarnya. Jadi saya bisa menghitungnya,’’ ujarnya. Salwa juga menyampaikan, pemanfaatan energi air untuk pembangkit listrik dinilai lebih ekonomis, di samping energi-energi lainnya seperti panas bumi, gas maupun batu bara tapi dengan proporsinya masingmasing. ’’Energi air paling efisien karena air melimpah di Indonesia,’’ kata Salwa lagi. Lain halnya dengan Ade Agus Hidayat, mahasiswa Universitas Syiah Kuala Nanggroe Aceh Darussalam yang menjadi jawara bidang biologi pada kategori lomba yang sama.
Pria kelahiran Medan, 10 Agustus 1991 itu menyajikan makalah tentang pemanfaatan tanaman mimba (Azadirachta indica) sebagai pestisida ramah lingkungan. Menurut Ade, jenis tanaman obat untuk manusia dan hewan yang telah digunakan ribuan tahun di India dan Myanmar dan banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia tidak pernah diserang hama seperti ulat. ’’Waktu itu pulang musala setelah salat, saya mengamati pohon mimba. Saya bertanya di dalam hati, kok nggak ada satu pun bagian tanaman yang dimakan ulat. Saya pun penasaran dan bertanya pada orang sekitar, ini pohon apa, mereka jawab ini pohon mimba,’’ kata putra dari pasangan Meurah Hayat (alm) dan Samidar.
Cukup mudah cara untuk membuat tanaman mimba menjadi pestisida nabati yang tidak terkumpul residunya di alam dan mudah terurai di dalam sehingga tidak menjadi zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Berbeda dengan pestisida sintesis yang selama ini banyak digunakan masyarakat yang tidak mudah terurai di alam dan bisa menyerang syaraf, jika tanaman atau hewan yang terkena pestisida tersebut dikonsumsi meskipun sudah dimasak. ’’Jadi untuk membuat pestisida nabati dari tanaman mimba, daun mimba sekitar 50 gram diblender dicampur air sekitar satu liter dan alkohol 1 mili cuma untuk menjaga kepolarannya,’’ sebut Ade. Setelah itu, daun mimba yang sudah diblender serta dicampur air dan alkohol sudah bisa digunakan. Namun karena efektivitas pestisida nabati agak rendah, maka dosis penggunaannya lebih banyak ketimbang pestisida sintesis. ’’Sangat sederhana cara membuatnya,’’ timpal alumni SMP dan SMA Unggul an Aceh Selatan itu.
Ade mengklaim, karena bahan aktif yang terkandung di dalamnya banyak, pestisida nabati dari mimba ini mampu membuat tanaman bertahan dari serangan 400 jenis serangga. ’’Itu sudah terbukti. Sebab, banyak masyarakat yang sudah menggunakannya selain daun sirsak,’’ ujar Ade meyakinkan. Namun Ade belum memiliki keinginan untuk memproduksi dan mengomersialkan pestisida dari tanaman mimba. Makalah yang disajikan lebih bertujuan mengenalkan kepada masyarakat luar kalau ada tanaman mimba yang dapat digunakan sebagai pestisida dan ramah lingkungan. Awal rencana keikusertaannya pada kompetisi ini, Ade mengaku sempat banyak orang yang meragukan. Sebab, dia baru semester tiga MIPA Kimia, sedangkan informasi yang didapatkan menyebutkan peserta OSN-Pertamina kebanyakan mahasiswa semester VII ke atas. ’’Tapi saya nggak peduli dicemoohin.
Ini langkah saya karena saya ingin maju,’’ tegasnya. Keyakinan Ade pun berubah menjadi kenyataan. Ia meraih juara pertama bidang kimia. Kimia sendiri menjadi pelajaran paling disukai sejak SMP karena keunikannya dibanding bidang studi lainnya. ’’Belajar kimia itu kita bisa buat rumus sendiri, kita bisa rekayasa sendiri dan kreativitas kita bakal meningkat,’’ kata Ade lagi. Ardiantiono, mahasiswa MIPA Biologi Univer sitas Indonesia juga mengaku gembira ditetapkan sebagai juara pertama bidang biologi untuk kategori best theory. Sistem penilaian untuk kategori best presenter dinilai berdasarkan kualitas presentasi. Ketika peserta lolos seleksi pusat, peserta diberikan soal open ended dan kemudian soal tersebut harus diselesaikan sesuai teori atau konsep yang menurut peserta tepat untuk menjawab. ’’Persiapan saya sebenarnya kurang maksimal karena dalam waktu bersamaan kegiatan di kampus juga banyak.
Jadi hanya akhir pekan, Jumat, Sabtu dan Minggu, persiapan saya lakukan dengan membuat makalah sebagai syarat mengikuti kompetisi ini,’’ terang pria kelahiran Jakarta, 19 Februari 1992. Bungsu dari 5 bersaudara dari pasangan Budi Darmawan (alm) dan Liesdiana juga sem pat kesulitan karena soal yang diujikan kebanyakan untuk mahasiswa semester V, sedangkan dia baru tingkat tiga. Misalnya soal yang harus dijawab adalah teknik-teknik menghitung bakteri. Dia sama sekali belum pernah membaca atau mempelajarinya. Untuk menjawabnya, dia pun hanya memperkirakan dan ternyata jawabannya benar. Kemampuan menganalisis yang diyakininya seba gai kunci sukses menjuarai OSN-Pertamina 2011.
Menurut Ardiantiono, peserta lainnya dari 33 provinsi se-Indonesia juga tak kalah hebat. ’’Kenapa saya bisa menang, mungkin karena saya ini analisisnya sangat baik juga ya,’’ kata Ardiantiono yang mengaku tidak suka ilmu berhitung. Senada dengan rekan sekampus Ardiantiono, Irkham yang menyabet juara pertama bidang kimia untuk kategori best theory. Mahasiswa semester V MIPA Kimia itu juga tak menyangka bisa meraih prestasi di ajang OSN. Saat mengerjakan soal, Irkham juga mengaku sempat mengalami kesulitan ketika menemui pertanyaan tentang kimia fisik. Contohnya membuat kenetika reaktif. Namun kesukaannya terhadap pelajaran Kimia sejak SMA, Irkham mampu mengatasi kesulitan tersebut dan hasilnya dia meraih juara.
Andreas Binar Aji S., mahasiswa Universitas Satyawacana terpilih meraih juara pertama bidang biologi untuk kategori best presenter. Saat mempresentasikan makalahnya, pria kelahiran Salatiga 19 Mei 1990 mengetengahkan persoalan pemanasan global, mampu menarik perhatian dewan juri. ’’Dalam makalahku, aku mengemukakan ba gaimana manusia bisa tetap survive di tengah pemanasan global,’’ kata Andreas yang kini tinggal menyelesaikan tugas skripsinya se bagai mahasiswa semester akhir. Persoalan dimaksud misalnya Andreas mengemukakan perlunya di persiapan teknologi penyaringan air. Melalui peralatan ini jika sewaktu-waktu terjadi kekeringan, maka air yang kotor bisa disulap menjadi air yang bisa dikonsumsi. ’’Setelah ini, saya jadi tertarik untuk melakukannya,’’ ujar Andreas. (*)